Tanpa tersedianya sarana dan prasarana tersebut,
maka SMK akan menjadi SMK teori atau dikenal juga istilah SMK sastra.
Alat dan bahan yang dibutuhkan kegiatan praktik siswa rata-rata harganya
relatif mahal, sehingga untuk kelancaran praktik tersebut diperlukan
biaya yang besar. Disamping itu, untuk mencapai sasaran yang diharapkan diperlukan tenaga pengajar/guru yang mempunyai kompetensi di bidangnya. Untuk
mendapatkan guru yang seperti ini tidak mudah. Apalagi teknologi terus
berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Seharusnya
guru selalu mengikuti perkembangan teknologi agar tidak ketinggalan
teknologi. Diharapkan mereka mengajarkan teknologi yang terkini. Hal ini
pun masih terdapat kendala, karena pendidikan memerlukan waktu yang
cukup lama, sehingga yang diajarkan sekarang mungkin pada saat siswa
tamat, teknologi tersebut sudah ketinggalan.
Salah satu hal yang perlu dipersiapkan untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan pembelajaran di lingkungan SMK adalah keberadaan perpustakaan sekolah yang berfungsi secara baik. Dalam penerapan pembelajaran banyak
ditemui berbagai permasalahan lapangan salah satunya adalah
ketersediaan bahan pelajaran untuk menunjang proses pembelajaran masih
harus perlu dispersiapkan dengan baik. Banyak sekolah di lingkungan SMK yang
belum siap dengan penyediaan bahan pelajaran melalui perpustakaan
sekolah. Ketidaksiapan tersebut bukan semata-mata disebabkan kurangnya
bahan pelajaran (baca buku dan sumber informasi ilmiah lainnya), akan
tetapi juga disebabkan oleh pengelolaan perpustakaan yang kurang baik
dan terstandar, sehingga koleksi yang sudah dimiliki kurang dapat
didayagunakan untuk menunjang pelaksanaan kurikulum secara maksimal.
Berdasarkan
beberapa pengamatan dan survei secara umum masih banyak sekolah belum
memiliki perpustakaan yang dikelola dengan baik yang mampu menunjang
proses pembelajaran secara memadai sesuai dengan tuntutan KBK, apalagi
untuk perpustakaan di lingkungan sekolah d SMK. Berdasarkan pengamatan
awal bahwa keberadaan perpustakaan di lingkungan sekolah di SMK belum
dikelola secara memadai, hal ini lebih banyak disebabkan karena tenaga
pengelola yang belum memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam
mengelola perpustakaan.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Kepala Perpustakaan Nasional RI bahwa hanya 5% (lima persen)
dari seluruh sekolah pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) di
Indonesia yang jumlahnya mencapai lebih dari 260.000 unit yang sudah
memiliki perpustakaan, selebihnya sebanyak 95% (sembilan puluh lima
persen) tidak dan belum memiliki perpustakaan sekolah. Padahal,
keberadaan perpustakaan sangat penting dalam menunjang proses
belajar-mengajar, sekaligus sarana menanamkan budaya baca kepada siswa
sejak dini (KOMPAS, Kamis 3 Juli 2003). Berbagai faktor yang menyebabkan
kondisi ini mulai dari tidak adanya ruangan walaupun buku-buku sudah
tersedia, tiadanya petugas perpustakaan, dan kendala lain adalah faktor
kepedulian dari sekolah yang relatif masih kurang perhatiannya terhadap
perpustakaan sekolah.
Sementara
itu, Gerakan Pemasyarakatan Gemar Membaca (GPGM) sebuah LSM yang
kegiatannya terfokus pada peningkatan minat baca masyarakat, memprediksi
bahkan hanya sekitar satu persen pendidikan dasar (SD dan SMP) negeri
di Indonesia yang jumlahnya sekitar 260.000 buah lebih yang telah
memiliki perpustakaan sekolah. Kondisi perpustakaannya pun tak tertata
secara baik dan sebagian besar isinya adalah buku pelajaran pokok yang
diberikan pemerintah kepada sekolah-sekolah (KOMPAS, Kamis 25 Juli
2003).
Demikian
pula tentang jejak pendapat KOMPAS (Sabtu, 19 Maret 2005) menyatakan
bahwa harapan dari keberadaan perpustakaan baik itu perpustakaan umum,
perpustakaan sekolah maupun perpustakaan daerah paling tidak adalah
untuk membangkitkan apresiasi terhadap buku sehingga dapat membangkitkan
tumbuhnya minat baca. Akan tetapi dari hasil jejak pendapat tersebut
menyebutkan bahwa 51,1% paling tidak seminggu sekali berkunjung ke
perpustakaan, sementara sebesar 26,7% menyatakan sebulan antara 1 sampai
3 kali, dan sebanyak 22,2% menyatakan kurang dari satu kali sebulan
atau tidak pernah. Jejak pendapat KOMPAS tersebut menunjukkan bahwa
apresiasi terhadap perpustakaan, dalam hal ini termasuk siswa sangat
rendah. Hal ini disebabkan perpustakaan kurang dapat berperan secara
aktif untuk merangsang siswa agar mau datang ke perpustakaan sekolah.
Secara umum kurang berfungsinya perpustakaan sekolah disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:
Pertama,
terbatasnya ruang perpustakaan disamping letaknya yang kurang
strategis. Banyak perpustakaan yang hanya menempati ruang sempit, tanpa
memperhatikan kesehatan dan kenyamanan. Kesadaran dari pihak sekolah
sebagai penyelenggara sangatlah kurang. Perpustakaan hanyalah untuk
menyimpan koleksi bahan pustaka saja. Pengunjung tidak merasa nyaman
membaca buku di perpustakaan, sehingga perpustakaan dipandang sebagai
tempat yang kurang bermanfaat. Dengan melihat keadaan di atas sepertinya
pihak sekolah kurang menyadari tentang pentingnya perpustakaan.
Kedua,
keterbatasan bahan pustaka, baik dalam hal jumlah, variasi maupun
kualitasnya. Keberadaan bahan-bahan pustaka yang bermutu dan bervariasi
sangatlah penting. Dengan banyaknya variasi bahan pustaka, anak akan
semakin senang berada di perpustakaan, kegemaran membaca dapat tumbuh
dengan subur sehingga kemampuan bahasa siswa dapat berkembang dengan
baik dan dapat membantu anak dalam memahami mata pelajaran lainnya.
Kemampuan bahasa merupakan kemampuan dasar yang sangat berpengaruh dalam
belajar. Begitu juga jika bahan pustakanya bermutu, maka anak akan
banyak memperoleh pengetahuan yang berguna dalam hidupnya. Namun, untuk
mengadakan bahan pustaka yang banyak dan bervariasi dibutuhkan dana yang
besar, mengingat harga bahan pustaka biasanya mahal, lebih-lebih jika
bahan pustaka tersebut bermutu. Namun, dari pihak sekolah sendiri sering
kurang berusaha untuk menambah koleksi bahan pustaka, dengan alasan
utama adalah mahalnya harga bahan pustaka. Padahal, anggaran untuk
belanja bahan pustaka setiap tahunnya selalu ada, namun jumlah bahan
pustaka hampir tidak pernah bertambah.
Ketiga,
terbatasnya jumlah petugas perpustakaan. Banyak perpustakaan sekolah
yang tidak ada petugasnya, atau hanya tugas sambilan. Maksudnya, mereka
bukan petugas yang hanya mengurus perpustakaan saja, sehingga sering
tugas di perpustakaan jadi dikesampingkan dan perpustakaan dianggap
kurang bermanfaat. Lebih-lebih bertugas di perpustakaan adalah pekerjaan
yang sangat menjenuhkan, baik dalam hal pelayanan pengunjung maupun
perawatan bahan pustaka yang ada, sehingga dibutuhkan suatu kesabaran
yang tinggi.
Keempat,
kurangnya promosi penggunaan perpustakaan menyebabkan tidak banyak
siswa yang mau memanfaatkan jasa layanan perpustakaan. Pada umumnya
kurang tahu tentang kegunaan perpustakaan, begitu juga dengan bahan
pustakanya. Siswa membutuhkan dorongan dan ajakan untuk berkunjung ke
perpustakaan. Kurangnya ajakan untuk mengunjungi perpustakaan menjadikan
siswa asing terhadap perpustakaan. Untuk tahap-tahap awal, siswa perlu
dipaksa masuk perpustakaan, yaitu dengan jalan memberi tugas membaca
buku dan kemudian menceritakan atau membuat laporan. Jika dilakukan
secara rutin hal ini menjadi kebiasaan yang positif dan mereka akan
merasa membutuhkan perpustakaan.
Untuk meningkatkan keberadaan perpustakaan sekolah di lingkungan SMK agar
dapat berfungsi dengan baik dalam menunjang proses pembelajaran di
sekolah, solusi yang perlu ditempuh adalah adanya upaya untuk menyiapkan
sumber daya manusia yang menguasai dan peduli terhadap pengembangan
perpustakaan sekolah. Untuk itu dipandang strategis bahwa guru atau staf
yang akan diberi tugas mengelola perpustakaan sekolah perlu
memiliki kualifikasi dan kompetensi yang memadai sebagai tenaga
perpustakaan sekolah. Standar untuk tenaga perpustakaan sekolah sudah
diterbitkan yaitu peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia No. 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan
Selolah/Madrasah. Standar ini seharusnya sudah diimplementasikan di
sekolah-sekolah di Indonesia termasuk di lingkungan SMK.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar